Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index

Lingkungan    
 
Toba Pulp Lestari
Konflik Lahan dengan PT TPL, 16 Warga Dijadikan Tersangka
Thursday 28 Feb 2013 10:07:52

Hutan Kemenyan warga Sipitihuta yang dibabat PT TPL.(Foto: Ist)
SUMUT, Berita HUKUM - Konflik lahan antara PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan masyarakat adat Pandumaan Sipituhuta, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara (Sumut), kembali memanas, Rabu (25/2). Kondisi ini karena TPL mulai menanam kayu putih (eucalyptus) di wilayah Hutan Kemenyan di Dolok Ginjang, padahal sesuai kesepakatan proses tanam menanam dihentikan dahulu. Warga protes hingga terjadi bentrok dengan massa karyawan TPL. Parahnya, brimob yang menjaga perusahaan menangkapi sekitar 31 warga, 16 orang ditetapkan tersangka, 15 dibebaskan. Sampai saat ini, keadaan di Humbang Hasundutan, masih memanas. Warga ketakutan dan terus berjaga-jaga.

Kejadian penangkapan ini berawal, pada Rabu (20/2) lalu, ada pertemuan di hutan Dolok Ginjang, Pandumaan, dihadiri puluhan orang terdiri dari Petani kemenyan, TPL, kontraktor, Kapolres, dan Camat Pollung. Pertemuan menyepakati, sementara karyawan TPL tidak bisa memasuki kawasan berkonflik, termasuk menebangi kemenyan yang dipandang warga bermasalah.

Pada Sabtu (23/2), petani kemenyan memergoki karyawan TPL memasuki kawasan berkonflik secara beramai-ramai. Mereka menebang kemenyan dan segera menanami. Warga yang tidak terima protes, tetapi tidak diindahkan TPL.

Minggu (24/2), bentrokan antara massa karyawan TPL dengan warga desa terjadi di hutan kemenyan. Kalah jumlah, warga desa pulang ke perkampungan. Pada Senin ( 25/2), pukul 08:00 WIB, sekitar 250 laki-laki pergi ke Tombak di Dolok Ginjang menyusul informasi mengatakan TPL menebang dan menanam serta memupuk kayu putih.

Pukul 13.52, warga Desa Pandumaan membunyikan lonceng gereja. Berdasarkan kabar dari Tombak bahwa Roi Lumban Batu, pemuda dari Sipituhuta, ditangkap brimob. Pukul 14.17, mobil brimob beserta satu mobil polisi lewat Marade, sebuah persimpangan jalan menuju lokasi konflik. Kaum ibu memberhentikan mobil dengan kayu. Namun mobil brimob tidak berhenti, justru tidak menghindari aba-aba para ibu. Mobil hampir menabrak ibu-ibu ini. Tiba-tiba terdengar suara seperti tembakan. Kaum ibu mundur dan dua mobil pun meneruskan perjalanan.

Pukul 15:20 WIB, informasi dari Tombak Haminjon (Hutan Kemenyan) menyebutkan, ada 14 orang petani ditangkap brimob. Beberapa waktu setelah itu, sempat terjadi kejar kejaran antara massa petani dengan mobil patroli dari arah Hutapaung, desa tetangga Desa Pandumaan. Mobil berbalik arah melalui jalan lain.

Pukul 17:00 WIB, kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), lembaga swadaya masyarakat yang mendampingi petani Pandumaan, beserta Kepala Desa Pandumaan melihat warga yang diamankan di kantor Polres Humbahas. Namun mereka belum dapat bertemu.

Menurut Sinambela, tetua di Pandumaan, warga yang ditangkap dari Desa Sipituhuta, Hanup Marbun (37), Leo Marbun(40), Onri Marbun (35), Jusman Sinambela (50), Jaman Lumban Batu (40), Roy Marbun (35), Fernando Lumbangaol (30), Filter Lumban Batu (45), Daud Marbun (35). Dari Desa Pandumaan Elister Lumbangaol (45) Janser Lumbangaol (35) Poster Pasaribu (32), Madilaham Lumbangaol (32) Tumpal Pandiangan (40).

"Benar semuanya ditangkap," ujarnya.

Patricia Miranda Wattimena, Staf Urusan HAM dan Hubungan Internasional Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengungkapkan, konflik di wilayah adat Pandumaan dan Sipituhuta bukan kasus baru. Perlawanan komunitas adat sejak 2009, setelah perusahaan mulai pertama kali memasuki wilayah adat mereka. Warga tidak menghendaki keberadaan perusahaan dan menentang keras proses perampasan tanah adat. “AMAN menyesalkan kekerasan aparat keamanan dan tindakan-tindakan TPL yang tidak menghargai dan menghormati hak-hak masyarakat adat,” katanya dalam rilis kepada media, Selasa (26/2).

Hutan Kemenyan, tidak hanya bernilai ekonomis tetapi harga diri dan titipan leluhur yang menjadi salah satu identitas serta sumber penghidupan masyarakat adat Pandumaan dan Sipituhuta. “TPL harus menghargai hak-hak masyarakat setempat.” Dia mengatakan, ketegangan masih terus berlangsung. Warga Pandumaan dan Sipituhuta, terus berjaga-jaga di kampung didampingi AMAN Wilayah Taho Batak dan KSPPM.

Zenzi Suhadi, Pengkampanye Hutan dan Perkebunan Skala Besar Eksekutif Nasional Walhi mengatakan, janji Mabes Polri 2013 zero konflik hanya pepesan kosong. Baru saja terjadi lagi, konflik di Pandumaan dan Sipituhuta, Kecamatan Pollung, Humbahas, petani kemenyan yang mempertahankan hak ditangkap dan ditahan Polres Humbahas. “Polri seharusnya memberikan jaminan keamanan dan perlindungan hak rakyat justru berkerja untuk perusahaan,” ujarnya.

Konflik dilatarbelakangi keberadaan TPL yang telah mendapatkan konsesi hingga 200.000 hektar. Padahal hutan kemenyan telah turun menurun, sejak 1800, menjadi tumpuan hidup warga. Berbagai upaya dilakukan masyarakat, mengadukan persoalan ini di daerah sampai pusat. Terakhir, bersama Pansus DPRD Kabupaten Humbang Hasundutan sudah pemetaan menentukan tapal batas.

Hasil dari pemetaan ini pun sudah disampaikan ke Kementerian Kehutanan melalui Bupati Humbang Hasundutan dengan surat Nomor 522/083/DKLH/2012 tertanggal 25 Juni 2012. Isinya, agar tanah atau wilayah adat ini dikeluarkan dari konsesi TPL dan kawasan hutan negara. Ini juga sesuai Keputusan DPRD Kabupaten Humbang Hasundutan Nomor 14 Tahun 2012 tentang Rekomendasi Panitia Khusus SK 44/Menhut-II/2005 dan Eksistensi PT Toba Pulp Lestari di Kabupaten Humbang Hasundutan. Namun, hingga kini, belum ada kejelasan dari Kementerian Kehutanan.(mgb/bhc/rby)



 
Berita Terkait Toba Pulp Lestari
 
 
Untitled Document

 Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Pledoi | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index


  Berita Terkini >>
 
Polri dan KKP Gagalkan Penyelundupan Benih Bening Lobster Senilai 19,2 Miliar di Bogor
Oknum Notaris Dilaporkan ke Bareskrim Polri atas Dugaan Penggelapan Dokumen Klien
Kuasa Hukum Mohindar H.B Jelaskan Legal Standing Kepemilikan Merek Polo by Ralph Lauren
Dewan Pers Kritik Draf RUU Penyiaran: Memberangus Pers dan Tumpang Tindih
Polisi Tetapkan 4 Tersangka Kasus Senior STIP Jakarta Aniaya Junior hingga Meninggal
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?
Untitled Document

  Berita Utama >
   
Polri dan KKP Gagalkan Penyelundupan Benih Bening Lobster Senilai 19,2 Miliar di Bogor
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?
Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan
Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah
Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua
PKB soal AHY Sebut Hancur di Koalisi Anies: Salah Analisa, Kaget Masuk Kabinet
Untitled Document

Beranda | Tentang Kami | Hubungi | Redaksi | Partners | Info Iklan | Disclaimer

Copyright2011 @ BeritaHUKUM.com
[ View Desktop Version ]